Sindrom Munchausen melalui proksi

Factitious disorder imposed on another
Overview of factitious disorder imposed on another
Informasi umum
Nama lainFactitious disorder by proxy, Munchausen syndrome by proxy (MSbP, MbP), fabricated or induced illness by carers (FII), medical child abuse
SpesialisasiPsikiater
Faktor risikoKomplikasi kehamilan, ibu yang melakukan tindakan abusif ke anaknya sendiri
Aspek klinis
Gejala dan tandaVariable
Kondisi serupaGangguan medis, gangguan kepribadian ambang, tindakan abusif kepada anak, gangguan delusif
Tata laksana
PerawatanTerapi, memisahkan anak dari ibunya.
PrevalensiRelatif jarang

Sindrom Munchausen melalui proksi atau dikenal juga dalam Bahasa Inggrisnya, Factitious disorder imposed on another adalah kondisi orang yang mendampingi atau merawat dengan sengaja menciptakan kesan adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh orang yang berada dalam tanggung jawabanya, biasanya anak-anak. Lebih lanjut tindakan ini bisa dilakukan dengan melukai korban atau memalsukan sampel pemeriksaan kesehatannya, dengan tujuan korban disimpulkan sakit oleh tenaga kesehatan. Hal ini bisa terjadi bahkan tanpa keuntungan apapun yang diterima oleh penamping tersebut. Dalam jangka panjang, perbuatan ini bisa menghasilkan cedera atau bahkan kematian bagi korbannya. Perilaku ini bisa disebabkan keinginan untuk mendapat perhatian.[1]

Manajemen yang diperlukan untuk kondisi ini adalah menitipkan anak yang menjadi korban di fasilitas pengasuhan khusus. Terapi bisa diberikan kepada pendamping tersebut. Terapi bisa membantu jika pendamping menyadari kondisinya dan membutuhkan bantuan.

Angka kejadian kondisi ini tidak diketahui, walaupun dianggap jarang terjadi. Lebih dari 95 persen pelaku adalah ibu korbannya sendiri. Kondisi ini ditemukan pada tahun 1977 oleh Robert Meadow. Kondisi ini bisa jadi menjadi petunjuk adanya tindak kejahatan di baliknya.

Tanda

Tanda yang bisa dikenali dari korban kondisi ini adalah:

  • Memiliki jejak perawatan di rumah sakit yang terlalu banyak, seringkali dengan gejala yang aneh
  • Gejala yang dicatat kebanyakan dilaporkan oleh orangtua atau pendampingnya, ketimbang diamati sendiri oleh petugas kesehatan
  • Gejala dan kondisi yang dialami tidak sesuai dengan hasil diagnosa pengetesan
  • Gejala yang dialami membaik saat dirawat, namun memburuk saat dipulangkan kembali
  • Tes darah di laboratorium tidak cocok dengan yang tercatat dari korban
  • Ada jejak bahan kimia di sampel darah, feses, atau urin.[2]

Diagnosa

Sindrom Munchausen melalui proksi sebenarnya istilah yang kontroversial. Dalam dokumen ICD-10 yang diterbitkan WHO, diagnosa resmi untuk kondisi ini adalah factious disorder' (301.51 in ICD-9, F68.12 in ICD-10). Tahun 2013, kondisi ini mulai diakui sebagai sebuah gangguan, sementara di Inggris, kondisi ini dianggap sebagai penyakit yang dibuat-buat oleh pengasuh. Sementara dalam DSM-5, diagnosa kondisi ini diklasifikasi sebagai factious disorder 300.19, dengan dua turunan:

  1. Factitious disorder imposed on self
  2. Factitious disorder imposed on another[3]

Untuk diagnosa factitious disorder imposed on another, kriterianya meliputi:

  • Pemalsuan gejala fisik atau psikologis atau berusaha menyebabkan cedera atau penyakit kepada orang lain dengan identifikasi upay amengelabui
  • Penyandangnya berusaha meyakinkan bahwa orang lain (korban) mengalami penyakit, kondisi terganggu, atau cedera.
  • Kondisi ini hadir, bahkan saat tidak mendapatkan keuntungan dari pihak lain
  • Kebiasaan ini tidak bisa dijelaskan lebih baik oleh kondisi gangguan mental yang lain, seperti gangguan delusi atau gangguan psikotik lainnya.?

Diagnosa dilakukan terhadap penyandangnya, bukan korban perbuatannya. [3]

Refrensi

  1. ^ Factitious Disorder - Penyebab, Tanda, & Cara Mengatasinya. dari situs siloam hospitals
  2. ^ Factitious Disorder Imposed on Another (FDIA) dari situs mayoclinic cleveland
  3. ^ a b American Phsyciatric Accosiation. Diagnostic and Statiscal Manual of Mental Disorders - DSM 5. American Phsyciatric Publishing. Washingon DC dan London:2013